Setiap 30 menit satu orang meninggal karena kecelakaan lalu lintas di Indonesia dan setiap satu jam ada yang terluka parah karena kecelakaan.
Menurut Agus Taufik Mulyono dari Pusat Studi Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada, angka-angka itu disimpulkan berdasarkan data kecelakaan lalu lintas tahun 2006 yang disiarkan Kepolisian Indonesia.
Dr Agus menjelaskan kecelakaan baik di darat, di laut, sungai maupun di udara sebagian besar karena tidak mentaati aturan, kendaraan sudah tua, pemeliharaan lalai dan sumber daya manusia yang lemah.
Angka kecelakaan transportasi di Indonesia ini merupakan yang terbesar di Asia Tenggara. Dan, di tingkat Asia, India menyamai rekor kecelakaan lalu lintas itu.
Kalau dijumlahkan tingkat kecelakaan seluruhnya mungkin akan membengkak karena baik kereta api, pesawat maupun kapal dan perahu sungai masih sering mengalami kecelakaan.
Apakah ini berarti perhatian terhadap keselamatan para penumpang angkutan umum belum menjadi perhatian penting? Operator angkutan laut, darat dan udara tampaknya masih memiliki masalah dalam menjaga kualitas sopir, pilot atau nakhoda.
Selain itu masih adanya kesulitan dalam menjaga kelaikan kendaraan umum ini.
Sementara regulator yakni pemerintah Indonesia sendiri masih belum independen karena melekat ke kantor kementerian.
Perawatan mahal
Betapa belum adanya perhatian di kalangan sopir angkutan bus umum misalnya terungkap dari sopir disana yang mengaku setelah puluhan tahun berada di belakang kemudi tidak perlu lagi diuji ulang.
“Terus terang saja kalau diuji lagi tak ada sopir yang lulus. Jadi tak perlu ada ujian lagi,” kata seorang sopir di Yogyakarta.
Petugas terminal bus juga tampaknya hanya cukup denga mengawasi dari jauh mengenai kehandalan sopir ini.
“Saya lihat saja mereka apakah sopir ini masih bisa menjalankan kendaraannya, kalau tidak kami akan larang keluar dari terminal, ” kata seorang petugas di terminal Giwangan Yogyakarta seraya menambahkan kelaikan kendaraan juga hanya diperiksa jika diperlukan.
Mengenai kelaikan kendaraan, khususnya bus angkutan antar kota, petugas mekanik yang bekerja untuk perusahaan bus Rahardja di Yogyakarta, mengaku perawatan mesin, oli mesin dilakukan secara berkala.
Namun mengenai gangguan rem - yang disinyalir kadang-kadang menjadi penyebab kecelakaan - tergantung laporan sopir. Jika tidak ada informasi dari sopir, bus itu dianggap tidak bermasalah.
Selain itu, seperti kata pemilik bus Baker di Yogyakarta, perawatan bus juga mahal, terutama ban dan oli. Jadi ongkos perawatan itu dan juga gaji para pegawai memang menjadi beban perusahaan yang besar.
Birokrasi panjang
Mengenai perawatan ini juga dirasakan oleh PT Kereta Api Indonesia.
Operator kereta api ini mengakui perbaikan lokomotif kadang-kadang terhambat karena lamanya suku cadang.
Kepala Balai Yasa Yogyakarta Albert Tarra menekankan, pihaknya jangan disalahkan karena lokomotif yang sudah diperbaiki hanya tahan beberapa bulan.
Persoalannya, katanya, karena suku cadang yang diminta perlu waktu berbulan-bulan untuk pemesanan karena panjangnya birokrasi.
Sementara seorang pemilik perahu di Sungai Martapura, Banjarmasin mengungkapkan, peraturan keselamatan itu menuntut pengeluaran lebih besar. Padahal, katanya, untuk penghasilan sehari-hari saja sudah susah.
Hal ini diakui oleh Ketua Umum Dewan Pimpinan Daerah Gabungan Angkutan Sungai dan Penyeberangan Bambang Harjo, bahwa untuk keselamatan ribuan pemilik angkutan sungai di Indonesia baru bersifat himbauan, belum pada tahap sampai wajib dilaksanakan.
Tanpa toleransi
Di angkutan udara juga sama, kata pengamat pesawat Dudi Sudibyo bahwa, beberapa maskapai penerbangan apalagi dengan tiket murah belum sepenuhnya mengikuti teknik perawatan yang ideal.
Bahkan untuk pelatihan pilot juga yang mahal, mungkin hanya sekali setahun sehingga kadang-kadang menimbulkan masalah dalam keselamata.
Menteri Perhubungan Yusman Syafei Djamal mengatakan, kebijakan pemerintah untuk menekan angka kematian akibat kecelakaan di Indonesia adalah dengan kebijakan zero accident tolerance. Artinya, kecelakaan akan ditekan sampai angka nol.
Pemerintah Indonesia melakukan peningkatan pengawasan kendaraan umum.
Namun usulan Uni Eropa untuk memisahkan regulator transportasi udara terpisah dari badan pemerintah, Menteri Perhubungan menyatakan tidak setuju karena mencampuri urusan tata pemerintahan.
Uni Eropa sampai sekarang melarang puluhan maskapai penerbangan Indonesia terbang ke Eropa karena kekhawatiran akan masalah keselamatan penumpang.
Diambil dari: www.bbc.co.uk, 16 Juni 2008, 07:57 WIB