Syarifuddin melambaikan tangan sambil beranjak dari tempat duduk. Dia menawarkan jasa apakah mau diantar dengan sepeda motornya ke tempat yang diinginkan. Saya menolak dan mulai menjelaskan keinginan untuk wawancara. Syarifuddin pun menggeser tubuhnya. Kami duduk bersebelahan pada kursi kayu kecil.
“Pengeluaran saya bertambah, tapi pendapatan berkurang. Tahun ini sepertinya tidak sebagus tahun lalu,” ujarnya, menjawab pertanyaan.
Selama dua tahun lebih, Syarifuddin, 27, pria asli Betawi ini menjadi tukang ojek tepat di depan kantor tempat saya bekerja, kawasan KH Mas Mansyur, Jakarta Pusat. Pendapatan per hari untuk saat ini bisa mencapai Rp35.000, padahal tahun lalu angka Rp50.000 kerap dia kantongi.
Profesi ini bermula dari ketertarikannya memiliki sepeda motor pada pertengahan 2006 silam dengan uang muka yang relatif minim Rp200.000. Syarifuddin memutuskan membeli Yamaha New Vega warna abu-abu seharga Rp11 juta dengan masa cicilan 29 bulan, yang kini memasuki bulan ke-22.
Dia mengakui tekanan hidup semakin sulit. Harga barang pokok melonjak, tetapi pendapatan berkurang. Dia harus menghidupi istrinya, Siti Juhairiah dan anaknya yang berusia 11 bulan, Nurullah Alfarizi. Namun, dirinya terbantu dengan gaji sang istri yang bekerja sebagai petugas kebersihan sebuah bank di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat.
“Jika setiap bulannya kurang, saya biasa pinjam ke saudara sekitar Rp200.000-Rp300.000. Kadang tidak hanya kebutuhan sehari-hari, tapi juga untuk cicilan sepeda motor tiap bulan.”
Imbasnya, dia selalu telat membayar cicilan tiap bulan ke PT Bussan Auto Finance-perusahaan pembiayaan yang khusus membiayai sepeda motor merek Yamaha-dan terkena denda 0,5% per harinya. Syarifuddin menyetor Rp530.000 setiap tanggal 8, tetapi beberapa kali dia harus membayar 12 hari kemudian. Dia tak tahu banyak mengapa harga barang kian melonjak.
Orang macam Syarifuddin, saya kira tak hanya satu orang. Punya pendapatan relatif rendah, tetapi harus mengeluarkan ongkos cukup tinggi akibat terjadinya inflasi. Selama empat bulan pertama tahun ini, angka inflasi berbanding tahun lalu mencapai 8,9% membuat banyak orang kelabakan.
Termasuk perbankan yang sampai saat ini menjadi sumber dana utama industri multifinance, nama lain dari perusahaan pembiayaan. Ada yang merevisi target kredit.
Pemiskinan nasabah
Ini tentu saja bukan tanpa sebab. Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menilai sejumlah perusahaan pembiayaan terus melakukan penawaran dana pinjaman sepeda motor tanpa melihat kualitas calon nasabah.
Semakin banyak nasabah, semakin tinggi volume bisnis. Arif Wismadi, Koordinator Forum Transportasi Pedesaan MTI mengatakan multifinance di wilayah tertentu hanya membutuhkan kartu tanda penduduk dan mengabaikan kemampuan bayar calon nasabah.
“Ini juga merugikan. Karena nasabah ternyata hanya mampu bayar down payment, akhirnya sepeda motornya ditarik. Ekspansi bisnis mendorong kebutuhan konsumtif masyarakat padahal tak mampu mencicil,” ujarnya.
Menurut Arif, persoalan itu tak hanya melulu soal semakin agresifnya multifinance, tetapi juga munculnya potensi pemiskinan nasabah. Apalagi, lanjutnya, pembelian sepeda motor lebih banyak dilakukan untuk konsumsi, bukan produksi. Digunakan tapi tak menghasilkan sesuatu.
Wiwie Kurnia, Ketua APPI, mengungkapkan multifinance memiliki mekanisme pengawasan yang teruji. Ini dapat dilihat dari keberhasilan mengendalikan angka pendanaan macet meskipun dihantam krisis moneter dan kenaikan harga BBM.
“Kondisi inflasi dan kenaikan harga tidak perlu dikait-kaitkan dengan potensi pembiayaan macet karena multifinance telah terbukti mampu bertahan,” katanya.
Mungkin saja perdebatan itu tak sampai pada telinga Syarifuddin. Dia cukup disibukkan dengan kondisi hidup yang payah di tengah meroketnya harga minyak tanah, tepung, dan beras. Juga soal sepeda motor yang mesti dilunasi cicilannya tujuh bulan lagi. Dirinya tetap menunggu penumpang dari 07.00-19.00. Syarifuddin tak akan berhenti melambaikan tangannya.
“Tiap hari saya ngukur Jakarta,” ujarnya, tertawa.
Sumber: Bisnis Indonesia, 6 Mei 2008 [ link ]
Tags: pembiayaan, sepeda motor, transportasi
1 comment
Comments feed for this article
Trackback link
http://www.pustral-ugm.org/awm/wp-trackback.php?p=6