Main menu:


Categories +/-

Archive +/-

Links +/-

Meta +/-

  • Log in
  • Valid XHTML
  • XFN
  • WordPress

general

Menyoal Kecelakaan Laut: Liberalisasi tarif angkutan laut bisa mencegah kecelakaan pelayaran.

Disarikan dari wawancara Dr. Heru Sutomo, Kepala Pusat Studi Transportasi dan Logistik UGM dan Ketua Forum Keselamatan Transportasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI)

—————————

VIVAnews (Jum’at, 23 Januari 2009, 08:07 WIB) - Dari tahun ke tahun kecelakaan pelayaran di Indonesia tak pernah berkurang. Bahkan, sebab kecelakaan laut seperti mengulang-ulang kesalahan di masa lalu.  Sebab-sebab kecelakaan tidak pernah jauh dari cuaca buruk, kelebihan beban, atau kapal yang tidak memenuhi standar kelayakan.

Setidaknya, ada dua sebab penting terjadinya kecelakaan laut di  Indonesia. Pertama, kondisi armada. Di negeri kita,  kapan-kapal transportasi dibuat  tanpa menggunakan  standar-standar tertentu dalam keselamatan.

Selain itu, banyak armada kapal di Indonesia merupakan kapal bekas yang dibeli dari  negara lain. Perawatan kapal-kapal ini juga di bawah standar. Umur kapal bekas yang dipakai dalam pelayaran di Indonesia biasanya sangat tua. Sehingga kapal-kapal ini tidak laik berlayar.

Kapal-kapal bekas tersebut, di negara asalnya, sebetulnya sudah tidak digunakan sebagai salah satu moda transportasi laut.  Ironisnya, Indonesia masih tetap beramai-ramai mengimpor kapal bekas.

Sebab kedua adalah operasional armada. Problem ini adalah problem yang muncul karena lemahnya pengawasan standar keselamatan pelayaran. Akhirnya muncul masalah kelebihan beban.

Pada kasus kecelakaan kapal penumpang terakhir di Majene, Sulawesi Barat, juga patut dicurigai  karena kelebihan muatan. Sebab, banyak sekali prosedur keselamatan yang diabaikan.

Alasan tentang cuaca buruk dan kondisi alam, sebenarnya tidak layak dajukan sebagai alasan utama kecelakaan pelayaran.  Alasannya, Badan Metereologi dan Geofisika (BMG) selalu mengumumkan kondisi cuaca berikut prakiraan-prakiraanya.

Bahkan BMG sudah memberikan informasi secara detail, jenis kapal apa saja yang diijinkan berlayar atau tidak diijinkan pada kondisi cuaca tertentu.

Di sini pentingnya peranan syahbandar pelabuhan. Orang inilah yang harus secara tegas menyeleksi, kapal mana yang diijinkan berlayar dan kapal yang harus menunggu cuaca mereda.

***

Bagaimana dengan jumlah kerugian? Kerugian dalam kecelakaan di Indonesia masih didasarkan atas penghitungan dari  Jasa Raharja. Perusahaan asuransi ini menilai, selain kerugian materiil, kerugian yang diderita korban meninggal dunia sebesar Rp25 juta, sedangkan luka-luka dari luka ringan sampai luka berat dengan nilai maksimal Rp10 juta.

Padahal, angka itu tidak mengambarkan kondisi kerugian sebenarnya. Bagaimana jika yang meninggal dalam kecelakaan adalah direktur utama sebuah perusahaan? Tentu saja nilainya beda dengan kerugian jika yang meninggal adalah anak kecil.

Dalam sebuah survei, kerugian yang diderita akibat meninggalnya seseorang dalam kecelakaan angkanya sudah mencapai Rp 500-Rp700 juta per jiwa.

Kalau yang meninggal adalah direktur utama sebuah perusahaan, berapa kerugian perusahaan karena kehilangan proyek atau rencana stategis yang masih berada pada pikiran sang dirut. Kalau kepala keluarga, berapa kerugian yang dialami oleh ahli waris.

Karenanya, penghargaan atas nyawa manusia sangat kompleks.

***

Setidaknya ada tiga hal yang harus dilakukan pemerintah untuk memperbaiki pelayanan angkutan laut.

Pertama, menciptakan iklim usaha yang sehat dalam bidang pelayaran. Caranya, pemerintah  tidak perlu campur tangan terlalu jauh soal tarif angkutan laut.

Sebab, jika pemerintah terlalu menekan tarif, hasilnya perusahaan angkutan laut sama sekali tidak memperhatikan layanan pada pengguna. Mereka hanya berjalan apa adanya.

Untuk itu, pemerintah perlu mempertimbangkan untuk mencabut pemberlakuan tarif tunggal bagi angkutan laut. Apalagi untuk angkutan udara biasa diberlakukan  variasi tarif. Padahal angkutan udara lebih komplek dan mahal. Mengapa angkutan laut tidak bisa?

Hasil yang diharapkan, semua lapisan masyarakat dapat memiliki akses pada angkutan ini. Karena pasar akan  bergairah jika pemerintah tidak terlalu  menekan tarif. Percayalah, tidak selamanya liberalisasi tarif memiliki dampak buruk.

Langkah kedua, melakukan aplikasi teknologi pelayaran atau melakukan standarisasi produk pelayaran. Langkah ini jelas harus didukung oleh industri perkapalan nasional.

Langkah ketiga, pembinaan berkelanjutan di sektor angkutan laut. Langkah ini diambil karena perhatian pemerintah terhadap sektor ini dirasa masih kurang. Berbeda benar dengan perhatian pemerintah pada sektor transportasi darat.

Bentuknya bisa dengan pemberian subsidi terhadap perusahaan-perusahaan angkutan laut. Bila ada subsidi, pemerintah bisa menagih pengusaha untuk meningkatkan kualitas layanan.

Sumber: http://nasional.vivanews.com/news/read/23985-menyoal_kecelakaan_laut

Ministry cleared Jetstar to land, will not investigate incident

The Transportation Ministry said Tuesday it had issued a clearance for the Australian airline Jetstar to make its emergency landing in Bali after the plane suffered engine failure on its flight from Bangkok to Melbourne.

The ministry said it did not need to investigate the incident.

“”According to the International Air Transport Association convention, we need to assist an international carrier that needs to make an emergency landing here,”" Director General of Air Transport at the Transportation Ministry, Budhi M. Suyitno, told The Jakarta Post.

The engine failure prompted the Airbus A330-200, carrying 302 passengers and 12 crew members, to land at the Ngurah Rai Airport just outside Bali’s provincial capital of Denpasar early Monday.

The airplane was flying in Indonesian airspace when one of its two engines experienced problems.

Jetstar is the budget subsidiary of Qantas Airways.

“”Jetstar has sent another aircraft to fly the passengers to Melbourne,”" Budhi said.

“”However, the faulty aircraft is still in the airport for repair.”"

The passengers had to wait for about 17 hours before they were flown to Australia.

Budhi said his office followed up the incident by asking for a report from the civil aviation regulatory body of Australia on the cause of the engine failure.

Transportation expert from The Gadjah Mada University, Heru Sutomo, told the Post that as an addition to Australian investigators, Indonesia, as the country where the aircraft was diverted to, could offer local investigation assistants.

“”I’m not sure that Indonesia has an official body that is recognized internationally to investigate aircraft incidents,”" Heru said.

“”Only regulatory bodies from advanced countries, such as the U.S. or European countries, have standardized teams for incident investigations,”" Heru said.

Indonesia has a team for accident investigation for similar scenarios, he said, but the best Indonesia could do was to trust the Australian airline and civil aviation regulatory body.

“”A report from Jetstar is not enough — its report is invalid without a report from the country’s regulator.”"

With regard to Europe’s recent airline prohibition against Indonesia, the Transportation Ministry said it was preparing to send official documents and safety progress reports to the European Union.

“”The EU official has yet to specify when they will arrive in Indonesia,”" said Transportation Ministry spokesman Bambang Ervan.

“”But we expect them to come in early August.”"

The EU slapped a ban on all Indonesian airlines on July 6 despite the fact no carriers fly into EU territory at the moment.

However, before the ban, flag carrier Garuda Indonesia announced plans to resume flights into EU territory.

Sumber: The Jakarta Post, 25 Juli 2008

Sustainable Transportation System in DKI Jakarta: Kajian ISTECS-PPI Nagoya dan ECS

STECS Chapter Jepang kembali mengadakan kajian ilmiah pada hari Ahad, 21 Oktober 2007 di Nagoya University, Jepang, dengan tema Sustainable Transportation System in DKI Jakarta. Kajian ini terselenggara atas kerja sama ISTECS dengan PPI Jepang Komsat Nagoya dan Education Center for International Student (ECIS), Nagoya University, serta disponsori oleh Nusantara Co. Ltd. Dalam kajian yang dihadiri 22 orang peserta menampilkan dua narasumber, yaitu Dr. Heru Sutomo, direktur pusat studi transportasi dan logistik, Universitas Gajah Mada, dan Dr. Fauzy Ammari, konsultan senior, Dainichi Consultant Inc. Japan.

Dalam paparannya Dr. Heru Sutomo sebagai pembicara pertama membahas topik Public Transport Reform in Jakarta: A success story. Berawal dari sejak dihentikannya pengoperasian tram oleh pemerintah DKI Jakarta pada era 1970-an, bus sudah menjadi sarana transportasi umum yang penting di samping sarana transportasi yang lain. Akan tetapi selama 30 tahun lebih, bus tidak bisa menarik pengguna dari semua kalangan melebihi kendaraan pribadi. Hal ini disebabkan oleh buruknya pelayanan, masalah keamanan dan kebocoran keuangan yang mengakibatkan pengoperasian bus tidak bisa berjalan dengan baik.

Krisis ekonomi tahun 1998 telah menjadi memomentum yang baik dalam menerapkan kebijakan transportasi di DKI Jakarta, setelah banyak perusahaan bus tidak dapat bertahan menahan beratnya beban krisis. Kondisi inilah yang mendorong pemerintah DKI untuk mengambil tindakan segera. Busway menjadi pilihan satu-satunya dalam mengatasi kondiri darurat ini. Sistem ini diadopsi dari BRT yang dikembangkan di Bogota yang telah berhasil mengatasi masalah transportasi di kota tersebut.

Proyek busway pertama diperkenalkan pertama kali pada Januari 2004, dengan selesai dibangunnya route (koridor) satu dan akan berlanjut sampai koridor lima belas tahun tahun 2010. Walaupun dihadapkan kepada beberapa masalah, busway telah memberikan dampak yang cukup positif, tidak saja dari sisi perhubungan tetapi juga dari sisi yang lain. Dampak tersebut antara lain memudahkan akses dari daerah pinggir ke pusat kota, mempersingkat waktu tempuh, meningkatkan keamanan transportasi, memperbaiki kedisiplinan menggunakan jalan, dan mempromosikan kebiasaan berjalan kaki. Selain itu busway yang diminati hampir semua kalangan, secara bertahap telah mengubah pola transportasi dan kehidupan masyarakat, seperti munculnya pola park-ride and kiss-ride, dan memacu perkembangan di daerah di sepanjang koridor dan, serta mulai terjadinya penyebaran pusat-pusat kegiatan masyarakat terutama kegiatan bisnis.

Akan tetapi pengoperasian busway ini masih masih belum memberikan keuntungan secara finansial. Walaupun telah mengalami break event point dalam pengoperasian koridor satu, tetapi pengoporasian koridor dua dan koridor yang lain membutuhkan biaya yang sangat besar. Biaya operasional untuk koridor dua dan selanjutnya melebihi 2 dolar amerika / km, harga ini lebih mahal dari rata-rata harga internasional di beberapa negara sebesar 1 dolar Amerika / km.

Kompensasinya adalah tarif busway menjadi lebih mahal dan subsidi yang harus ditanggung pemerintah menjadi lebih banyak. Kelemahan finansial ini juga diperberat oleh jumlah pengguna busway yang masih belum optimal untuk mampu mendukung pengoperasian sistem ini secara berkelanjutan.

Salah satu kebijakan untuk dapat mengatasi hal ini adalah land consolidation, di mana jumlah penduduk di sepanjang koridor harus lebih dipadatkan. Hal ini dapat dilakukan dengan mendirikan apartemen berlantai banyak dan didukung oleh sarana-sarana pendukung seperti pusat perbelanjaan, bank, kantor pos, rumah sakit dan daerah hijau. Sehingga mengundang minat orang-orang tinggal di sekitar koridor. Dengan jumlah pengguna yang lebih padat, biaya yang dikeluarkan setiap pengguna akan menjadi lebih murah.

Secara langsung ataupun tidak, dengan pengembangan busway ini memberikan dampak yang cukup positif dalam menstimulasi pemerataan kegiatan perekonomian di wilayah Jakarta dan sekitarnya, pengembangan kota menjadi lebih human friendly, lebih ramah lingkungan dan lebih kompak.

Pada sesi kedua Dr. Fauzi Ammari membahas Implementation program for transport development in Jakarta. Perkembangan penduduk dan peningkatan jumlah kendaraan bermotor secara langsung memberikan dampak yang buruk terhadap kondisi transportasi di wilayah DKI. Kepadatan lalu-lintas dan kemacetan sudah menjadi masalah yang harus dihadapi setiap harinya. Meskipun pemerintah telah berusaha membangun ruas jalan baru, dan ruas tol dalam kota, akan tetapi kebijakan ini tidak mampu mengatasi berbagai masalah kemacetan karena laju kenaikan jumlah kendaraan jauh lebih besar dibandingkan laju pertambahan ruas jalan.

Pemerintah yang didukung oleh berbagai bantuan luar negeri telah melakukan berbagai studi dalam mengatasi masalah transportasi ini semenjak 1974. Akan tetapi sebagian besar dari studi tersebut, terutama pada tahun-tahun awal tidak menghasilkan implementasi yang baik dan tidak sanggup memecahkan masalah yang ada. Namun, beberapa proyek pengembangan sistem transportasi beberapa tahun terakhir telah memberikan beberapa pencapaian dan diharapkan berbagai kebijakan dapat mendukung terciptanya sistem transportasi yang sustainable di wilayah DKI Jakarta.

Diantara kebijakan-kebijakan yang telah diterapkan untuk menciptakan system transportasi yang berkelanjutan antara lain adanya RTRW Jakarta yang mengatur tata ruang wilayah DKI yang meliputi pengaturan tata ruang untuk sentra bisnis, sentra pemukiman, wilayah industri dan wilayah hijau, yang secara langsung membentuk pola kebijakan transportasi. Kebijakan lain adalah Pola Transportasi Makro. Dalam pola transportasi makro ini, tercakup empat sarana transportasi yang terintergrasi yaitu busway, monorail, Mass Rapid Transit (MRT- kereta listrik) dan angkutan sungai. Pola transportasi makro ini juga mencakup pembangunan jaringan jalan dan jalur transportasi ke wilayah penyangga

Untuk BRT (Busway), pengembanguan dilakukan dengan membangun jaringan yang terbagi atas 15 route (koridor) sampai tahun 2010. Sedangkan untuk monorail, akan dikembangkan 2 jalur yang akan diselesaikan tahun 2020. Kelemahan yang dimiliki monorail adalah kecepatan tempuh yang lebih rendah dibanding MRT, tetapi relatif cukup mudah dalam pengembangannya melihat kondisi kota saat ini. Selanjutnya pembangunan MRT dilakukan dengan pengembangan jaringan kereta api yang sudah ada, yang menghubungkan seluruh wilayah Jakarta dan wilayah menyangga. Disamping itu, angkutan sungai juga dikembangkan dengan pemanfaatan beberapa sungai di wilyah DKI yang semuanya terhubung dengan baik.

Masalah lain yang berkaitan dengan transportasi yang perlu ditangani segera adalah urban air quality. Sekitar 79% penyebab polusi udara saat ini berasal dari sektor transportasi. Dalam penanganannya, tidak terdapat kooordinasi yang baik antara departemen yang terkait. Untuk mengatasi hal perlu ditindaklanjuti dengan koordinasi dan kebijakan yang lebih terpadu di lintas sektoral.

Catatan lain yang mesti diperhatikan dan berkembang saat ini adalah jumlah sepeda motor yang meningkat sangat cepat. Jalan-jalan dipenuhi dengan sepeda motor dengan berbagai dampak negative yang ditimbulkannya. Perlu adanya kebijakan yang bisa mengatasi masalah ini dengan segera.

Pada sesi terakhir, diskusi antara peserta dan kedua narasumber berjalan hangat. Beberapa usulan dan rekomendasi yang terangkat dalam diskusi tersebut antara lain perlu kebijakan dalam pengembangan sistem transportasi di daerah penyangga dan feeder ke tempat pemberhentian bus/stasiun, seperti restrukturisasi perusahaan transportasi, dan pengembangan privat sector. Disamping itu pengembangan sistem angkutan sungai perlu dilakukan segera, mengingat jaringan sungai di wilayah DKI terhubung dengan baik menjadi modal dasar dalam membangun jaringan transportasi sungai, dan secara langsung juga akan memaksa proses pembersihan lingkungan di sepanjang sungai.

Dari segi kebijakan, pengambilan kebijakan transportasi jangka panjang harus menjadi perhatian, bukan hanya berdasarkan desakan kebutuhan jangka pendek, agar pengembangan sistem transportasi di Jakarta tidak menjadi tambal sulam. Kemudian perlunya perbaikan kebijakan finansial dalam sistem transportasi, seperti revenue sharing system, pajak progressive dan sistem subsidi untuk pengguna kalangan menengah ke bawah. Selanjutnya untuk terlaksananya pengembangan sistem transportasi ini, perlu didukung kebijakan dan perundang-undangan, dan law enforcement. Seperti dalam masalah land consolidation dan penyediaan sarana-sarana pendukung di sekitar stasiun/pemberhentian bus..

Pada saat diskusi peserta juga membahas pentingnya kontrol kualitas dan perawatan sarana dan prasarana transportasi, seperti bus/kereta, stasiun/pemberhenti an busway, dan jempatan penyeberangan untuk menjaga keberlangsungan operasional dengan baik. Untuk mengembangkan industri nasional perlunya pemanfaatan dan pengembangan industri dalam negeri dalam mendukung pengadaan dan operasional sistem yang ada, seperti pengadaan sarana dan prasarana BRT, MRT, monorail dan angkutan air. Dan tidak menggantungkan diri kepada sarana dengan muatan impor.

Kajian diakhiri dengan adanya perasaan optimis dari para peserta akan keberhasilan pembangan sistem transportasi di Jakarta yang nyaman, terpadu dan berkelanjutan yang secara langsung akan membantu kelancaran seluruh aktifitas masyarakat kota.

Sumber: Untukku.com, 5 Mei 2008